Kemiskinan Kota Malang

Kemiskinan Kota Malang 2025 Turun Jadi 3,85 Persen

Kemiskinan Kota Malang 2025 Turun Jadi 3,85 Persen
Kemiskinan Kota Malang 2025 Turun Jadi 3,85 Persen

JAKARTA - Kota Malang mencatatkan prestasi penting pada 2025 dengan tingkat kemiskinan menurun menjadi 3,85 persen, terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Kepala BPS Kota Malang, Umar Sjaifudin, menyampaikan, penurunan 0,06 persen poin dari 3,91 persen pada 2024 menjadi hasil dari strategi pengendalian kemiskinan yang lebih terstruktur. 

Rabu (1 Oktober 2025), ia menjelaskan, keberhasilan ini dipicu oleh tersusunnya basis data PeDeKATeSAM yang menjadi fondasi intervensi tepat sasaran di seluruh wilayah Kota Malang.

“Basis data ini menjadi pijakan bagi Pemerintah Kota Malang untuk menyalurkan program sosial dan ekonomi yang lebih efektif, sehingga masyarakat miskin mendapat dukungan sesuai kebutuhan,” ujar Umar.

Selain data yang lebih rapi, pengendalian harga komoditas strategis turut memberikan kontribusi penting. Terjadinya deflasi sebesar 0,22 persen (y-o-y) pada Februari 2025 menunjukkan stabilitas harga yang meringankan beban rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi akhir rumah tangga sebesar 5,49 persen pada triwulan I-2025 juga menjadi indikator daya beli masyarakat yang membaik, mendukung penurunan kemiskinan.

Keberpihakan pemerintah terhadap UMKM lokal juga dinilai krusial. Jumlah UMKM di Kota Malang meningkat hingga 21.270 unit, yang secara signifikan menggerakkan ekonomi masyarakat. UMKM tidak hanya menjadi sumber pekerjaan, tetapi juga meningkatkan kapasitas produksi dan distribusi lokal, sehingga masyarakat dapat memperoleh penghasilan tambahan dari kegiatan ekonomi ini.

Perbandingan Regional

Secara regional, Kota Malang berada di peringkat terendah ketiga se-Jawa Timur dalam hal tingkat kemiskinan, setelah Kota Batu dan Surabaya. Umar menambahkan, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami penurunan yang cukup signifikan, menandai tidak hanya berkurangnya jumlah penduduk miskin, tetapi juga meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat miskin yang tersisa.

Meskipun demikian, sejumlah ekonom menyoroti bahwa penurunan 0,06 persen poin dinilai relatif kecil mengingat APBD Kota Malang sebesar Rp2,2 triliun. Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menekankan, dengan anggaran sebesar itu, potensi penurunan kemiskinan seharusnya bisa lebih besar.

“Rendahnya penurunan menunjukkan bahwa kebijakan yang ada belum sepenuhnya tepat sasaran. Inflasi Kota Malang yang tetap rendah di bawah 2 persen sepanjang 2024 dan semester I/2025 mengindikasikan bahwa sebagian kebijakan sudah berjalan, tetapi intervensi sosial masih bisa diperkuat,” jelas Joko.

Tantangan “Kerak” Kemiskinan

Menurut Joko, angka kemiskinan Kota Malang yang cenderung stagnan menandakan adanya fenomena “kerak” kemiskinan, yaitu kondisi di mana sebagian kecil masyarakat miskin sulit ditangani melalui program konvensional. Fenomena ini membutuhkan inovasi kebijakan yang lebih adaptif dan berbeda antar tingkatan wilayah.

Ia menekankan, basis data PeDeKATeSAM harus dimanfaatkan secara maksimal untuk memetakan kemiskinan secara detail, sehingga setiap intervensi dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masyarakat miskin di masing-masing wilayah. “Pemetaan yang akurat akan mencegah adanya asymmetric policy, di mana sebagian masyarakat menerima manfaat lebih besar dibanding yang lain,” imbuhnya.

Strategi Penanganan Ke Depan

Joko juga menyarankan beberapa langkah strategis agar penurunan kemiskinan lebih signifikan di masa mendatang. Pertama, upaya stabilisasi harga komoditas pokok harus terus dilakukan, terutama menghadapi potensi inflasi akibat fluktuasi ekonomi global atau lokal.

Kedua, Pemkot Malang disarankan menaikkan komposisi anggaran untuk program perlindungan sosial, terutama menghadapi peningkatan jumlah penduduk yang menua dan nonproduktif. Peningkatan anggaran ini bisa mencakup bantuan tunai, subsidi pangan, atau program pemberdayaan ekonomi untuk kelompok rentan.

Ketiga, pemberdayaan UMKM dan dukungan pada sektor informal harus terus diperkuat. Dengan jumlah UMKM yang meningkat, lapangan kerja dan penghasilan tambahan bagi masyarakat miskin dapat lebih merata, sehingga tingkat kemiskinan turun secara berkelanjutan.

Tingkat kemiskinan Kota Malang pada 2025 tercatat 3,85 persen, terendah dalam satu dekade terakhir, berkat basis data PeDeKATeSAM, stabilisasi harga komoditas, pertumbuhan konsumsi rumah tangga, dan dukungan pada UMKM. Meski demikian, penurunan sebesar 0,06 persen poin dinilai belum maksimal dan menjadi sinyal perlunya inovasi kebijakan untuk menangani kemiskinan pada level yang lebih kompleks.

Ke depan, Pemkot Malang diharapkan dapat memanfaatkan data yang akurat, meningkatkan anggaran sosial, serta memperkuat program pemberdayaan UMKM agar penurunan kemiskinan lebih signifikan. Strategi ini diharapkan tidak hanya menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin, menjadikan Kota Malang lebih inklusif dan berdaya saing.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index