Puan

Robohnya Mushala Ponpes Sidoarjo, Puan Ingatkan Keselamatan Bangunan

Robohnya Mushala Ponpes Sidoarjo, Puan Ingatkan Keselamatan Bangunan
Robohnya Mushala Ponpes Sidoarjo, Puan Ingatkan Keselamatan Bangunan

JAKARTA - Tragedi robohnya mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29 September 2025), menyisakan duka mendalam bagi dunia pendidikan dan masyarakat luas. Insiden yang menelan tiga korban jiwa serta puluhan santri luka-luka itu menjadi sorotan serius, termasuk dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani.

Puan menegaskan bahwa peristiwa tersebut tidak boleh dipandang sekadar musibah, melainkan peringatan keras bagi pemerintah agar lebih memperhatikan standar keselamatan bangunan, khususnya pada fasilitas pendidikan dan keagamaan.

“Duka cita kami sampaikan bagi para korban akibat kejadian ini. Pemerintah harus memastikan setiap santri belajar dan beribadah di tempat yang aman, layak, dan bermartabat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (30 September 2025).

Duka yang Jadi Peringatan Nasional

Mushala yang berada di kompleks asrama putra Ponpes Al Khoziny ambruk saat sedang digunakan untuk salat berjemaah. Bagi Puan, insiden ini bukan hanya tragedi bagi keluarga korban, tetapi juga tamparan keras yang menunjukkan lemahnya pengawasan konstruksi di fasilitas pesantren.

“Negara harus hadir memastikan setiap proses pembangunan, terlebih yang menyangkut fasilitas publik untuk anak-anak, (agar) dilakukan sesuai kaidah konstruksi yang benar dan diawasi secara ketat,” tegas mantan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) itu.

Puan menilai, pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang menampung jutaan santri di seluruh Indonesia tidak boleh diabaikan dalam aspek keselamatan. Fasilitas belajar dan ibadah harus memenuhi standar keamanan agar tidak membahayakan penghuninya.

Seruan Audit dan Pendampingan

Sebagai langkah awal, Puan mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk segera melakukan audit teknis terhadap bangunan ponpes. Menurutnya, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Agama, dan pemerintah daerah harus turun tangan bersama.

Tak hanya audit, ia juga menekankan pentingnya pendampingan bagi pihak yayasan, santri, dan keluarga korban. “Aparat terkait, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Agama, dan pemerintah daerah, harus bekerja sama melakukan audit teknis bangunan, juga pendampingan psikologis atau trauma healing bagi korban,” katanya.

Selain penanganan darurat, Puan mendorong langkah jangka panjang berupa revisi regulasi dan penguatan pengawasan pembangunan fasilitas pendidikan dan keagamaan. Menurutnya, negara tidak boleh abai terhadap hak dasar anak untuk mendapatkan lingkungan pendidikan yang sehat dan aman.

Korban dan Proses Evakuasi

Berdasarkan data terbaru Selasa (30 September 2025) pukul 08.00 WIB, tercatat ada 98 santri menjadi korban dalam insiden ini. Mereka dirawat di tiga rumah sakit berbeda: RSUD Sidoarjo, RSI Siti Hajar, dan RS Delta Surya.

Tim search and rescue (SAR) masih terus melakukan evakuasi hingga hari kedua pasca-kejadian. Meski kondisi bangunan sangat rapuh dan rawan roboh susulan, 11 korban berhasil diselamatkan dari reruntuhan. Upaya penyelamatan ini menjadi tantangan tersendiri bagi petugas di lapangan.

Dorongan Regulasi Keselamatan Bangunan

Puan mengingatkan bahwa pemerintah tidak cukup hanya hadir saat bencana terjadi. Lebih dari itu, negara harus memastikan regulasi yang mengikat dan pengawasan yang ketat dalam pembangunan fasilitas publik, terutama yang digunakan anak-anak.

“Negara tidak boleh abai terhadap hak dasar anak untuk mendapatkan lingkungan pendidikan dan keagamaan yang sehat serta terlindungi dari risiko bencana dan kecelakaan teknis,” tegas Puan.

Ia menekankan, setiap sarana pendidikan dan ibadah, baik di perkotaan maupun pelosok daerah, wajib dipastikan sesuai kaidah konstruksi yang benar. Tanpa langkah nyata, tragedi serupa bisa kembali terulang di masa mendatang.

Pentingnya Kolaborasi Lintas Kementerian

Menurut Puan, kasus ini menunjukkan perlunya sinergi lintas kementerian dan lembaga dalam memastikan keamanan fasilitas pendidikan. Kementerian PUPR memiliki tanggung jawab dalam aspek teknis konstruksi, sementara Kementerian Agama berperan penting dalam pengawasan pesantren.

Di sisi lain, pemerintah daerah juga harus lebih aktif dalam pengawasan pembangunan di wilayahnya. Kolaborasi ini, menurut Puan, menjadi kunci agar tragedi serupa tidak terjadi lagi.

Robohnya mushala Ponpes Al Khoziny bukan hanya tragedi kemanusiaan, melainkan juga alarm bagi pemerintah. Duka keluarga korban harus menjadi titik balik untuk menghadirkan regulasi dan pengawasan lebih ketat terhadap bangunan pendidikan dan keagamaan.

Pesantren sebagai rumah bagi jutaan santri di Indonesia harus mendapatkan fasilitas yang aman, layak, dan bermartabat. Tragedi ini, seperti diingatkan Puan Maharani, tidak boleh dibiarkan terulang. Negara wajib hadir sepenuhnya demi keselamatan generasi penerus bangsa.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index