JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkuat kesiapan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji Indonesia dengan mengerahkan 1.044 petugas kesehatan yang akan siaga penuh selama masa puncak ibadah haji tahun 2025. Langkah ini diambil sebagai bagian dari antisipasi terhadap potensi lonjakan kasus kesehatan yang kerap terjadi ketika jutaan umat Islam dari seluruh dunia memadati Tanah Suci, terutama di Mekkah dan Madinah.
Tenaga medis tersebut terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, perawat, apoteker, ahli gizi, dokter gigi, hingga tenaga sanitasi. Para petugas ini akan disebar mulai dari embarkasi di Indonesia hingga ke pos pelayanan kesehatan di Arab Saudi. Setiap kelompok terbang atau kloter akan didampingi oleh satu dokter dan dua perawat, sehingga jemaah mendapatkan pengawasan kesehatan secara langsung sejak keberangkatan hingga kembali ke tanah air.
Kemenkes tidak hanya menempatkan tenaga kesehatan di dalam kloter, tetapi juga membangun sistem pelayanan kesehatan komprehensif di Arab Saudi, mulai dari fasilitas Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) yang berlokasi di Madinah dan Mekkah, pos kesehatan di sektor-sektor sekitar pemondokan jemaah, hingga fasilitas di bandara. Penempatan ini dilakukan untuk memastikan jemaah mendapatkan penanganan cepat dan tepat saat mengalami gangguan kesehatan di tengah padatnya aktivitas ibadah.
Jumlah jemaah haji yang terus bertambah dari tahun ke tahun membuat pengelolaan layanan kesehatan menjadi tantangan yang kompleks. Terlebih, tahun ini diperkirakan jumlah jemaah haji lanjut usia (lansia) yang berangkat mencapai angka 40 ribu orang. Jemaah lansia tergolong kelompok rentan yang memerlukan perhatian dan pendampingan khusus. Karena itu, petugas kesehatan yang ditugaskan tidak hanya dituntut memiliki kemampuan medis, tetapi juga ketahanan fisik dan empati yang tinggi dalam menghadapi dinamika di lapangan.
Selain kesiapan tenaga medis, Kemenkes juga menyiapkan segala kebutuhan farmasi dan alat kesehatan pendukung. Ribuan jenis obat-obatan dan alat medis dikirimkan ke Arab Saudi sebagai stok logistik untuk mendukung operasional klinik haji. Penyusunan kebutuhan obat ini dilakukan secara sistematis dan efisien agar tepat guna, serta disesuaikan dengan tren penyakit yang sering dialami jemaah dalam musim haji sebelumnya, seperti gangguan pernapasan, dehidrasi, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular.
Tidak hanya itu, sistem distribusi logistik farmasi juga diperketat agar tidak terjadi keterlambatan pengiriman, terutama untuk kebutuhan darurat. Petugas farmasi ditugaskan secara khusus untuk memastikan stok obat tetap aman, tersedia sesuai kebutuhan, dan dikelola dengan sistem pelaporan yang akuntabel. Proses pelaporan penggunaan obat juga dioptimalkan untuk menghindari pemborosan dan meningkatkan efisiensi operasional selama penyelenggaraan haji berlangsung.
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan juga tampak dari proses rekrutmen petugas haji yang lebih selektif dibanding tahun-tahun sebelumnya. Calon petugas medis harus memenuhi kualifikasi kompetensi yang ditetapkan serta menjalani pelatihan intensif untuk memahami alur pelayanan kesehatan di Arab Saudi. Simulasi penanganan kasus gawat darurat, manajemen penanganan penyakit menular, hingga pelatihan komunikasi dengan jemaah menjadi bagian penting dalam pembekalan petugas.
Dalam pelatihan tersebut, para petugas juga dibekali dengan wawasan mengenai cuaca ekstrem, kondisi fisik jemaah, serta kebiasaan yang berisiko menurunkan kesehatan. Salah satu perhatian besar dalam pelatihan adalah mencegah kematian jemaah akibat kelelahan, stroke panas, atau gangguan kronis yang memburuk karena tidak ditangani sejak dini.
Berbagai inovasi juga diperkenalkan dalam pelayanan haji tahun ini. Salah satunya adalah sistem pemantauan kesehatan elektronik yang terintegrasi dengan sistem informasi jemaah haji. Melalui sistem ini, riwayat kesehatan jemaah dapat diakses oleh petugas kesehatan sehingga penanganan dapat dilakukan lebih cepat dan sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Sistem ini juga memudahkan proses rujukan apabila jemaah harus dipindahkan ke rumah sakit Arab Saudi atau memerlukan perawatan lanjutan.
Sementara itu, edukasi kesehatan bagi jemaah juga menjadi prioritas. Sejak sebelum keberangkatan, jemaah telah diberikan penyuluhan mengenai cara menjaga kesehatan selama di Tanah Suci. Materi edukasi mencakup pentingnya menjaga hidrasi, penggunaan masker untuk mencegah penyakit pernapasan, mengenali gejala-gejala penyakit berbahaya, serta pentingnya konsumsi obat secara teratur bagi penderita penyakit kronis.
Langkah-langkah ini dilakukan guna menurunkan angka kesakitan dan kematian jemaah haji Indonesia yang tercatat masih cukup tinggi dalam beberapa musim haji terakhir. Diharapkan dengan strategi pelayanan yang lebih menyeluruh, tingkat keberhasilan misi pelayanan kesehatan jemaah tahun ini dapat meningkat secara signifikan.
Pemerintah berkomitmen untuk terus mengevaluasi sistem pelayanan kesehatan haji agar selalu relevan dengan dinamika dan tantangan di lapangan. Pelayanan kesehatan menjadi salah satu indikator penting dalam keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji nasional, selain pelayanan transportasi, akomodasi, dan konsumsi.
Dengan mobilisasi lebih dari seribu tenaga medis, dukungan logistik yang matang, serta sistem pelayanan yang lebih terintegrasi, Kemenkes menargetkan pelayanan kesehatan pada musim haji 2025 akan menjadi salah satu yang terbaik dalam sejarah penyelenggaraan haji Indonesia. Keberhasilan ini diharapkan bukan hanya menjadi prestasi administratif, tetapi juga bentuk nyata perlindungan negara terhadap hak-hak jemaah haji sebagai warga negara.